JURNAL 2 PERTEMUAN 10 dan 11
Nama : Rafael Pascal Jeremiah
NPM : 2215061007
Kelas : PSTI C
JARINGAN KOMPUTER : Jurnal 2 Pertemuan 10 dan 11
1. Subnetting
Subnetting, dalam
konteks jaringan komputer, adalah teknik yang memungkinkan pembagian jaringan
besar menjadi segmen-subsegmen yang lebih kecil, yang disebut sebagai subnet.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan alamat IP dalam
jaringan dan mengatur lalu lintas data dengan lebih efektif. Pada dasarnya,
subnetting memungkinkan administrator jaringan untuk mengelompokkan
perangkat-perangkat dalam jaringan ke dalam kelompok-kelompok logis yang lebih
kecil. Dengan mengorganisir jaringan secara terstruktur, subnetting membantu
meningkatkan keamanan jaringan dengan membatasi akses antar-subnet. Seiring
dengan perkembangan teknologi jaringan yang pesat, subnetting menjadi landasan
yang penting dalam desain jaringan yang efisien dan skalabel.
Gambar
1 contoh penerapan subnetting
Proses subnetting
melibatkan pembagian jaringan IP utama menjadi segmen-segmen yang lebih kecil,
dengan setiap subnet memiliki rentang alamat IP yang unik. Misalnya, dalam
sebuah perusahaan, subnetting dapat digunakan untuk mengalokasikan subnet
berbeda untuk setiap departemen atau lokasi fisik, memungkinkan administrator
untuk mengelola jaringan secara lebih terfokus dan efisien. Penggunaan
subnetting juga membantu dalam mengoptimalkan penggunaan alamat IP dengan
menghindari pemborosan alamat yang tidak terpakai. Hal ini terutama penting
dalam konteks keterbatasan alamat IPv4 yang semakin mendesak. Dengan
menggunakan subnetting, administrator jaringan dapat mengatur lalu lintas lokal
di antara subnet-subnet yang berbeda, meningkatkan kecepatan dan efisiensi
dalam pertukaran data. Dengan kata lain, subnetting memungkinkan jaringan untuk
diorganisir secara hierarkis, dengan setiap subnet dapat dikelola secara
independen.
Sebagai contoh
nyata, sebuah perusahaan teknologi besar mungkin menggunakan subnetting untuk
membagi jaringannya menjadi subnet untuk pengembangan, penjualan, dan
administrasi. Dengan ini, setiap bagian dari perusahaan dapat mengelola
jaringannya sendiri-sendiri, menyesuaikan kebutuhan spesifik mereka. Dalam
lingkungan yang lebih kecil, sebuah sekolah dapat menggunakan subnetting untuk
memisahkan jaringan siswa dari jaringan staf dan administrasi. Hal ini
memungkinkan sekolah untuk menerapkan kebijakan keamanan yang berbeda untuk
setiap jaringan, melindungi data sensitif dan memastikan kinerja jaringan yang
optimal.
2. Kelas IP
adalah sistem
pengelompokan alamat IP ke dalam kelas-kelas berdasarkan jumlah bit awalan
tertentu. Konsep ini awalnya diperkenalkan untuk memudahkan alokasi alamat IP
dalam jaringan. Kelas IP terdiri dari Kelas A, B, dan C, masing-masing memiliki
rentang alamat yang berbeda. Kelas A memiliki jangkauan alamat yang luas dengan
jumlah host yang besar, sedangkan Kelas C memiliki jangkauan alamat yang lebih
kecil dengan jumlah host yang terbatas. Namun, penggunaan kelas-kelas IP telah
bergeser seiring dengan pertumbuhan internet dan kebutuhan akan fleksibilitas
dalam alokasi alamat IP.
Gambar
2 pembagian kelas IP
awalnya, sistem
kelas IP digunakan untuk memudahkan alokasi alamat IP dalam jaringan. Namun,
pembagian alamat IP berdasarkan kelas memiliki keterbatasan dalam penggunaan
alamat IP yang efisien, terutama dalam lingkungan jaringan yang kompleks.
Sebagai contoh, jika sebuah organisasi menerima alokasi Kelas B, namun hanya
memerlukan sebagian kecil dari alamat yang dialokasikan, akan terjadi
pemborosan alamat IP yang signifikan. Hal ini memunculkan kebutuhan akan teknik
yang lebih fleksibel, seperti subnetting dengan CIDR. Dengan subnetting,
administrator dapat mengatur subnet dengan lebih presisi, mengoptimalkan
penggunaan alamat IP dalam jaringan yang kompleks dan terdistribusi.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan teknologi yang berkembang pesat mungkin menggunakan subnetting dengan CIDR untuk mengatur jaringannya. Dengan menggunakan CIDR, perusahaan dapat mengalokasikan subnet dengan presisi yang lebih tinggi, sesuai dengan kebutuhan spesifik dari masing-masing departemen atau lokasi fisik. Hal ini membantu perusahaan dalam mengelola alamat IP dengan lebih efisien, menghindari pemborosan alamat IP yang tidak digunakan dan memastikan kinerja jaringan yang optimal.
3. CIDR (Classless Inter-Domain Routing)
CIDR adalah sistem
notasi yang memungkinkan pengelompokan alamat IP dengan lebih fleksibel
daripada sistem kelas IP tradisional. Diperkenalkan pada pertengahan tahun
1990-an, CIDR memberikan solusi untuk keterbatasan sistem kelas IP dalam
alokasi alamat IP yang efisien. Dalam CIDR, alamat IP dinyatakan dalam format
"alamat IP/prefix length", di mana prefix length menentukan jumlah
bit awalan yang digunakan untuk menentukan subnet. Hal ini memungkinkan
administrator jaringan untuk mengatur subnet dengan presisi yang lebih tinggi,
mengoptimalkan penggunaan alamat IP dalam jaringan.
CIDR memungkinkan
pengelompokan alamat IP berdasarkan panjang prefix, memberikan fleksibilitas
dalam alokasi alamat IP dan pengaturan subnet. Dengan CIDR, administrator
jaringan dapat menentukan panjang subnet dengan presisi yang lebih tinggi
daripada yang diizinkan oleh sistem kelas IP tradisional. Ini memungkinkan
penggunaan subnet yang lebih kecil dan alokasi alamat yang lebih efisien dalam
jaringan yang besar dan kompleks. Misalnya, sebuah perusahaan global dapat
menggunakan CIDR untuk mengatur subnet di berbagai lokasi geografis,
memungkinkan pengelolaan jaringan yang terpusat dengan keamanan yang diperkuat.
Gambar
3 contoh penerapan CIDR
Sebagai contoh, sebuah penyedia layanan internet (ISP) mungkin menggunakan CIDR untuk mengatur alokasi alamat IP kepada pelanggannya. Dengan menggunakan CIDR, ISP dapat mengalokasikan blok alamat IP dengan presisi yang lebih tinggi sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Hal ini memungkinkan pengelolaan jaringan yang lebih efisien dan memastikan ketersediaan alamat IP yang optimal.
4. VLSM (Variable Length Subnet Masking)
VLSM adalah teknik
subnetting yang memungkinkan penggunaan masker subnet dengan panjang yang
bervariasi untuk subnet yang berbeda dalam jaringan yang sama. Dengan VLSM,
administrator jaringan dapat mengalokasikan subnet dengan presisi yang lebih
besar sesuai dengan kebutuhan spesifik dari masing-masing subnet. Teknik ini
memungkinkan pengelolaan jaringan yang lebih efisien dan optimal, terutama
dalam lingkungan jaringan yang kompleks dan terdistribusi.
VLSM memungkinkan
administrator jaringan untuk membagi jaringan menjadi subnet-subnet dengan
ukuran yang berbeda, sesuai dengan kebutuhan host di setiap subnet. Ini
memungkinkan penggunaan alamat IP dengan lebih efisien, menghindari pemborosan
alamat IP yang tidak terpakai dan meningkatkan kinerja jaringan secara
keseluruhan. Misalnya, sebuah institusi pendidikan dengan berbagai departemen
dan program studi mungkin menggunakan VLSM untuk mengatur subnet di setiap
departemen, memungkinkan pengelolaan jaringan yang lebih terfokus dan efisien.
Gambar
4 penerapan VLSM
Sebagai contoh,
sebuah universitas dengan fakultas-fakultas yang berbeda mungkin menggunakan
VLSM untuk mengatur jaringan di setiap fakultas. Dengan menggunakan VLSM,
universitas dapat mengalokasikan subnet dengan presisi yang lebih tinggi,
sesuai dengan kebutuhan spesifik dari masing-masing fakultas. Hal ini
memungkinkan universitas untuk mengelola jaringan dengan lebih efisien,
memastikan ketersediaan alamat IP yang optimal, dan meningkatkan kinerja
jaringan secara keseluruhan.
Komentar
Posting Komentar